JAKARTA || Bedanews.com – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui
12 (dua belas) dari 13 (tiga belas) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif), Selasa (17/12/24).
Adapun perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu:
1. Terhadap Tersangka Sukaswan alias Nanang bin Hanafiah dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian,
2. Tersangka I La Ode Riswan Wali, S.Pd alias La Bombat bin La Ode Samana, Tersangka II La Ode Rafiuddin alias La Api bin La Ode Samana dan Tersangka III La Ode Samana bin La Ode Arbai dari Kejaksaan Negeri Wakatobi, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,
3. Tersangka Mustafa alias Mustafa dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan,
4. Tersangka Muhammad Arman dari Kejaksaan Negeri Morowali, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan,
5. Tersangka Riantono Tampubolon anak dari Julianto Tampubolon (Alm) dari Kejaksaan Negeri Malinau, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan,
6. Tersangka Muhammad alias Mamat bin Sardiansyah dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan,
7. Tersangka Darmawan bin Muhammad Waris dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan,
8. Tersangka Ricky alias Riki bin Hamzah Halim dari Kejaksaan Negeri Balikpapan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan,
9. Tersangka Mukamad Mustakim bin Kurkus (Alm) dari Kejaksaan Negeri Balikpapan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan,
10. Tersangka Suryanti als Sur binti Acong dari Kejaksaan Negeri Mempawah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan,
11. Tersangka Rusmawi Abul bin Abul dari Kejaksaan Negeri Palembang, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan,
12. Tersangka Samudi bin Suprani dari Kejaksaan Negeri Serang, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,
– Tersangka belum pernah dihukum,
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun,
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi,
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, Pertimbangan sosiologis, Masyarakat merespon positif.
Sebaliknya terhadap berkas perkara atas nama Tersangka Afrizal binti Alm M. Yahya dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Hal ini dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka, bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Terhadap 12 perkara yang telah disetujui dihentikan penuntutannya berdasarkan mekanisme Restorative Justice, JAMPIDUM kepada para Kepala Kejaksaan Negeri agar menerbitkan SKP2.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (MN).