Oleh.A.Rusdiana
Seseorang yang dipilih menjadi Pemimpin ( Persiden, Menteri,Gubernur, Rektor, Dekan, Walikota/Bupati, Camat, Lurah,RW,RT). Berarti Ia diberi Amanah untuk melaksanakan kepemimpinannya dengan penuh tanggung jawab. Dalam konteks kepemimpinan, amanah berarti tanggung jawab untuk memimpin dengan adil, jujur, dan bijaksana. Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 58:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS An-Nisa [4]: 58).
Ayat ini mengajarkan kepada kita betapa pentingnya amanah dalam memimpin. Pemimpin harus bertanggung jawab untuk menunaikan amanah sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah swt, yakni dengan menyampaikannya kepada yang berhak dan berlaku adil. Kepemimpinan bukanlah sebuah kehormatan semata, tetapi sebuah beban yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt. Jamaah yang dimuliakan Allah, Pemimpin harus memiliki sifat amanah, karena semua yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt. Jika di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat. Nabi Muhammad saw pernah bersabda:
Artinya: Ketahuilah Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya. Dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya (HR Bukhari).
Hadits ini menegaskan bahwa setiap orang pada dasarnya adalah pemimpin, baik itu dalam skala kecil seperti memimpin keluarga, maupun dalam skala besar seperti memimpin masyarakat atau negara. Setiap amanah kepemimpinan yang kita emban akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah swt di hari kiamat. Oleh karena itu, amanah dalam memimpin harus dijalankan dengan penuh rasa tanggung jawab. Seorang pemimpin harus menjauhkan diri dari sifat-sifat yang dapat merusak amanah, seperti:
Pertama, kebohongan. Pemimpin yang berbohong kepada rakyatnya akan mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Sebaliknya, seorang pemimpin yang amanah akan selalu jujur dan terbuka, ia akan senantiasa berkata benar dan terbuka dalam setiap keputusan yang diambil. Perilaku jujur merupakan sifat dari orang-orang mukmin, hal ini tertera dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 23-24 yang berbunyi,
Artinya: 23 “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya),” 24 “agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan mengazab orang munafik jika Dia kehendaki, atau menerima taubat mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.Al-Ahzab [33]: 23-24),
Kedua, ketidakadilan. Ketidakadilan dalam memimpin akan membawa kehancuran, baik bagi dirinya maupun bagi orang-orang yang dipimpinnya. Kemudian adil, ia tidak akan memihak kepada golongan tertentu saja, tetapi akan bersikap adil kepada semua orang tanpa membedakan status sosial, ras, ataupun agama. Perihal pentingnya keadilan ini Allah Swt. menegaskan dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat ke-8:
Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah [5]:8).
Ketiga, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pemimpin yang memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi akan merusak tatanan masyarakat. Mengutamakan kepentingan umum, seorang pemimpin yang amanah akan selalu mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Seorang pemimpin harus memiliki kebijakan yang benar dan tidak mengikuti hawa nafsu yang sesuai dengan surat QS. Shad ayat 26.
Artinya: “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan” (QS. Shad [38]:26).
Ayat ini mengingatkan Nabi Daud agar menjadi penegak hukum yang tidak mengikuti hawa nafsu. Ayat ini juga menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus bersikap adil, amanah, dan mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
Tanggung jawab amanah dalam memimpin bukan hanya berlaku pada para pemimpin negara atau pejabat pemerintahan, tetapi juga bagi kita semua. Sebagai kepala keluarga, kita memiliki amanah untuk membimbing keluarga kita menuju jalan yang diridhai Allah. Sebagai pemimpin di tempat kerja, kita memiliki amanah untuk memimpin dengan jujur dan profesional. Bahkan sebagai warga masyarakat, kita juga memiliki amanah untuk menjaga keutuhan dan kedamaian lingkungan kita.
Marilah kita senantiasa menjaga amanah yang telah Allah berikan kepada kita. Sebab, pada hari kiamat nanti, kita akan ditanya tentang bagaimana kita menjalankan amanah tersebut. Allah swt berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 72:
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh (QS Al-Ahzab [33]: 72).
Ayat ini mengingatkan kita bahwa amanah adalah sesuatu yang sangat berat, bahkan langit, bumi, dan gunung-gunung pun enggan untuk memikulnya. Namun manusia, dengan segala kelemahannya, menerima amanah itu. Oleh karena itu, kita harus berusaha sebaik mungkin untuk menunaikan amanah tersebut dengan benar. Wallahu ‘alam.
- Artikel ini merupakan esensi Khutbah Jumat,18 Oktober 2024
- Penulis adalah Guru Besar,Dosen, Pakar,Peneliti dan Tutor Manajemen Pendidikan
- Pendiri/pembina YPI Tresna Bhakti Kabupaten Ciamis dan YPI Al-Misbah Kota Bandung, Jawa Barat.